Perjuangan Fraksi Partai Demokrat dalam mendorong revisi Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Ormas) di DPR, mendapat titik terang. Usulan revisi yang didengungkan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu akhirnya disetujui dalam rapat paripurna, Rabu (31/10/2018), sehingga ditetapkan sebagai RUU Prioritas 2019. Jika sudah begini, masihkah ada yang ingin mem-bully?

Tepat setahun yang lalu, Demokrat mendapat banyak bully-an dari para pendukung oposisi. Itu karena parpol ini menerima Perppu menjadi UU Ormas, tetapi dengan sejumlah syarat perbaikan.

Segelintir pihak menilai Demokrat ‘abu-abu’ dalam bertindak. Tidak tegas dalam menolak. Tidak seperti gaya parpol oposisi lainnya seperti Gerindra, PKS dan PAN, yang dengan tegas menolak.

Padahal Demokrat belajar dari pengalaman. Jika mereka ikut-ikutan menolak, meniru gaya cari simpati parpol koalisi, tentu UU Ormas ini akan berlaku tanpa adanya perbaikan.

Sebab, untuk mementalkan Perppu itu menjadi UU Ormas, bukan pekerjaan gampang. Kita semua tahu, pemerintah di-back-up penuh oleh mayoritas partai politik di parlemen. Parpol oposisi selalu kalah suara. Sudah ada dua contoh nyata, pengesahan UU Pemilu dan pembentukan Pansus Angket KPK.

Penolakan dari empat parpol yang tidak sependapat dengan penguasa, Demokrat, Gerindra, PKS dan PAN, nyaris tidak artinya. Suara mereka tenggelam oleh kedigdayaan enam parpol pro pemerintah yang menguasai Senayan.

Karena itu, dicarilah solusi agar aturan ini bisa diperbaiki. Strategi yang paling memungkinkan adalah take and give. Demokrat mau menuruti kehendak pemerintah dan parpol pendukungnya, tetapi mereka juga harus menerima permintaan Demokrat agar UU Ormas itu direvisi. Ini adalah win-win solution.

Pemerintah tidak kehilangan muka karena UU tetap berlaku, namun demokrasi tetap berjalan lantaran aturan itu mesti segera disempurnakan. Dan, satu lagi kabar bagusnya adalah selama proses revisi, UU Ormas itu tidak bisa digunakan.

Karenanya, setelah DPR melakukan pengesahan Perppu menjadi UU Ormas dan Presiden Joko Widodo menyetujui usulan perubahan, mereka segera melakukan pembahasan.

Para kader partai bintang mercy ini berjibaku merumuskan draf revisi. Keinginan mereka mengubah UU yang dianggap tidak adil dan bisa membuka ruang kesewenangan penguasa itu, tidak hanya sekedar pencitraan belaka.

Banyak yang bertanya, jika Demokrat menganggap isi Perppu Ormas tidak adil dan berbahaya bagi bangsa, kenapa diterima sebagai UU? Kenapa tidak menggunakan UU yang lama saja?

SBY telah menjawab hal ini. UU yang baru mengandung sejumlah aturan yang lebih baik dari UU lama, tetapi juga memiliki banyak kekurangan. Karena itu harus dilakukan perbaikan agar menjadi peraturan yang jauh lebih baik.

Inilah yang diperjuangkan Demokrat. Meski dicibir, dibilang plin-plan, abu-abu, tidak konsisten memperjuangkan demokrasi dan kebebasan rakyat, tetapi hasil perjuangan itu akhirnya terlihat. Bisa dinikmati rakyat Indonesia.

Bandingkan saja dengan tiga parpol yang menolak. Mereka tak bisa berbuat apa-apa, karena tidak memiliki posisi tawar dalam perbaikan aturan. Agak disangsikan niat mereka memperjuangkan nasib rakyat, karena yang tampak lebih banyak pencitraan dibanding kerja nyata.

Jadi, dalam perkara ini kita mesti angkat topi untuk Demokrat, meski rela di-bully kanan kiri, tetapi konsistensi mereka dalam memperjuangkan demokrasi ternyata tak bertepi.

(Dimas Saputra/Kompasiana/wan)