Oleh: Farkhan Evendi*)
Bulan Agustus selalu menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. 75 tahun lalu, teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi Mohammad Hatta. Peristiwa yang menjadi penanda terjadinya pengambilalihan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada Soekarno dan Hatta atas nama Bangsa Indonesia. Peristiwa yang tidak bisa dikatakan sederhana, bahkan sarat dengan makna dan tentunya juga sakral. Maka dari itu, memperingati kemerdekaan artinya kita sedang merefleksikan ulang “kehendak merdeka” yang kemudian menjadi titik pijak sejarah awal kemerdekaan serta lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Senin 17 Agustus 2020, kita kembali memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 tahun. Di usia yang sudah tiga seperempat abad ini, Bangsa Indonesia masih terus berjuang untuk mencapai tujuannya sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Meski tujuan itu belum sepenuhnya tercapai, kita tetap patut bersyukur karena perjalanan pajang yang telah dilewati Bangsa Indonesia tetap menjadikannya utuh dan kokoh dalam balutan NKRI. Ke depan, demi mencapai tujuan tersebut tantangan kita semakin berat, terlebih sekarang kita sedang dihadapkan pada bencana global berupa pandemi Covid-19 yang membuat perubahan hampir seluruh sendi kehidupan.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah, berdasarkan data yang ada, per tanggal 15 Agustus 2020 jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 137.468, sebanyak 91.321 diantaranya dinyatakan sembuh, dan 6.071 meninggal dunia. Sampai dengan saat ini, kita masih menunggu langkah nyata pemerintah dalam menangani penyebaran Covid-19. Terlebih pasca dibubarkannya Gugus Tugas yang kemudian diganti dengan Komite Kebijakan yang dipimpin oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dalam skema kebijakan yang kedua ini, memang terlihat pemerintah hendak menyelaraskan keduanya antara penanganan penyebaran Covid-19 dengan pemulihan ekonomi nasional. Namun demikian, hal ini justru terkesan menomorduakan pangkal masalah itu sendiri yaitu Covid-19 dan lebih fokus pada menangani pemulihan ekonomi.
Jika dilhat dari keduanya, sebenarnya menekan angka penyebaran Covid-19 sangatlah penting dan masalah ekonomi juga tidak kalah penting. Namun sekali lagi, pemerintah jangan sampai salah membedakan mana sebab dan mana akibat agar tidak salah dalam mengambil kebijkan. Sebagaimana kita ketahui, Covid-19 ini tidak bisa dihentikan dengan mudah dan penyebarannya begitu cepat bahkan beberapa penelitian terakhir menyebutkan virus ini telah bermutasi menjadi berbagai macam jenis.
Sejatinya kita tidak bisa hanya berharap pada vaksin yang belum jelas kapan tersedianya dan mengharap pada terciptanya tertib sosial baru melalui protokol kesehatan bisa diterapkan secara cepat dan efektif, karena kita semua sadar betul bahwa mengubah budaya manusia tidak bisa hanya dalam waktu singkat. Maka dari itu, sampai dengan saat ini tes Covid-19 secara massal dalam sekala besar dan cepat masih sangat dibutuhkan. Karena dengan begitu, yang perlu dilakukan pemerintah adalah karantina individu positif dan tidak perlu karantina wilayah, sehingga dengan demikian ekonomi juga akan bisa bergerak secara pasti dan pelan-pelan akan pulih. Perlu diketahui, ketidakpastian ekonomi ini salah satu faktor utamanya adalah menurunnya daya beli masyarakat, penurunan daya beli itupun juga tidak hanya karena banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga karena disebabkan ketidakpastian status kesehatan mereka sehingga mereka memilih membatasi diri untuk beraktivitas.
Namun demikian, fakta banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan dalam sekala besar hingga menurunnya daya beli masyarakat harus segera ditanggulangi secara cepat dan tepat. Dalam situasi seperti ini, pemerintah mau tidak mau hendaknya segera mempertimbangkan opsi kebijakan perlindungan sosial berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat usia produktif agar dapat segera menggenjot konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang ekonomi nasional.
Selain sektor ekonomi, sektor pendidikan menjadi salah satu yang terdampak sangat serius dari pandemi Covid-19. Pembelajaran yang semula siswa hadir di dalam kelas berganti dengan pembalajaran jarak jauh secara daring, sehingga menuntut sekolah dan kampus serta pelaku pendidikan untuk beradaptasi dengan cepat dalam situasi seperti ini. Pembelajaran jarak jauh menjadi makanan wajib peserta didik dan guru serta dosen untuk tetap melaksanakan pendidikan di tengah pandemi. Dunia pendidikan seperti diberi kejutan, semua aspek dalam mendukung sistem pembelajaran daring pun gagap dan nampak kurang siap.
Tidak hanya sekolah dan kampus, lembaga pendidikan lain seperti pesantren pun mengalami permasalahan yang sama, banyak santri-santri yang tidak bisa melaksanakan proses belajar dengan para guru di pesantren. Dengan adanya problematika ini kementerian terkait baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama harus segera mencari solusi konkret untuk proses pembelajaran yang lebih efektif serta bisa menghadirkan kurikulum pendidikan dengan cepat saat ini untuk mengurangi problematika guru yang ada.
Tidak hanya guru, murid-murid dan santri-santri serta orang tua juga bingung bagaimana supaya tetap bisa menjalankan aktivitas belajar di masa pandemi ini. Terlebih, sistem pembelajaran jarak jauh juga menyisakan masalah berupa koneksi internet di Indonesia yang masih belum merata serta banyak siswa dan santri tidak memiliki perangkat belajarnya di saat ekonomi masyarakat juga ikut melemah.
Sektor pertanian juga menjadi sorotan karena memiliki kaitan erat dengan ketahanan pangan nasional. Tentunya pada masa pandemi yang sulit seperti sekarang ini ketahanan pangan menjadi sesuatu yang harus diupayakan untuk menghindar dari krisis pangan yang seakan menghantui Indonesia. Meskipun krisis pangan menghantui Indonesia sebagai dampak pandemi covid-19 saat ini. Banyak upaya dilakukan berbagai pihak yang ada di Indonesia guna mengantisipasinya. Rakyat mulai melakukan penghematan dan menanam bahan pangan lokal, gerakan beli hasil tanaman pangan petani lokal juga digencarkan serta menanam sayur mayur di pekarangan rumah.
Pemerintah pun malah merencanakan pembukaan lahan persawahan baru dengan ekstensifikasi pada 900 ribu hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah. Namun, wacana di atas menuai polemik di ranah publik. Konversi lahan gambut dinilai kontraproduktif secara ekologis. Ekstensifikasi lahan gambut dikhawatirkan merusak ekosistem. Pangan memang merupakan kebutuhan mendesak dan prioritas saat ini, namun nasib keberlanjutan lingkungan tentu harus diperhatikan. Pangan dan lingkungan, keduanya mestinya tidak saling dibenturkan. Keduanya justru harus saling mendukung dan bersama-sama menjamin keberlangsungan hidup makhluk hidup termasuk manusia.
Selain semua itu, perhatian harus juga diarahkan pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini penting karena ke depan teknologi masih akan menjadi penentu perubahan peradaban umat manusia. Kualitas SDM menjadi penentu sejauh mana Indonesia mampu melakukan penguasaan teknologi dan bersaing dalam kancah global.
Namun di saat yang sama, nilai-nilai dasar Pancasila tidak boleh ditinggalkan. Nilai-nilai dasar Pancasila seperti nasionalisme dan kerakyatan sangat perlu diterjemahkan sesuai dengan kondisi zaman yang cepat berubah. Semangat yang dulu dicontohkan para founding fathers, mulai dari Bung Karno beserta para tokoh-tokoh di sezamannya harus mampu diterjemahkan sesuai dengan situasi sekarang. Karena itu, perlunya meneguhkan kembali fungsi Pancasila sebagai basis ideologi bangsa di Hari Ulang Tahun ke-75 Kemerdekaan Indonesia. Sehingga sebagai bangsa, kita akan tetap bisa fokus pada tujuan awal yakni membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Wa Allahu a’lamubisshowab
Kediri, Agustus 2020
*)Ketua Umum Bintang Muda Indonesia