Wakil Sekjend DPP-PD Rachland Nashidik menjawab pertanyaan pers. (waspada/google)

Oleh: Rachland Nashidik*)

Persekusi politik adalah aksi atau perbuatan buruk pada orang atau kelompok yang didasari kebencian akibat  perbedaan politik. Tujuannya menghalangi korban berpartisipasi penuh dan bebas dalam kehidupan politik.

Kecemasan kalangan kritis bahwa Perppu Pembubaran Ormas dapat membuka kotak pandora persekusi politik kian mendekati kenyataan.

Di NTT, hari-hari ini, empat partai politik non-pemerintah–Demokrat, Gerindra, PKS dan PAN–menjadi sasaran persekusi politik yang dilancarkan elite Partai Nasdem sebagai partai pendukung pemerintah.

Dikatakan, empat partai harus dihabisi di bumi NTT layaknya dulu PKI dihabisi. Alasannya, empat partai menolak Perppu Ormas dan penolakan ini telah disamakan dengan dukungan pada sikap intoleran dan anti-Pancasila.

Dalam konteks kontestasi pilkada NTT yang sudah di depan pintu, itu bisa diartikan suatu hasutan pada rakyat NTT untuk mendiskriminasi hak dan kebebasan politik kader-kader dari empat partai tersebut. Lebih jauh, provokasi itu berbahaya karena membangun kesalahpahaman yang dapat memicu konflik agama di NTT.

Lagi pula, perlu diketahui, sampai hari ini Presiden belum mengajukan Perppu Ormas ke DPR untuk dimintai persetujuan.  Dengan kata lain, partai-partai politik di DPR belum memiliki sikap resmi terhadap Perppu tersebut. Maka, tudingan bahwa empat partai tersebut menolak Perppu Ormas adalah non-faktual.

Kader-kader Partai Demokrat, kendati demikian, memang memiliki pandangan kritis terhadap Perppu Ormas. Namun, seperti akan diurai di bawah, kritisisme itu sama sekali tak mungkin dan tak bisa disimpulkan sebagai dukungan pada ekstremisme.

Pertama, Partai Demokrat adalah partai inklusif yang berdasar Pancasila. Trilogi perjuangan partai kami adalah Demokrasi, Kesejahteraan dan Keamanan. Praksis politik partai kami berada dalam wawasan nasionalisme, humanisme dan pluralisme. Semua itu dinyatakan dalam manifesto politik Partai Demokrat.

Kedua, dengan demikian, kami terikat dan setia pada Pancasila. Kami meyakini Pancasila adalah kesepakatan bangsa yang tepat dan final untuk menata dan menjaga kehidupan kita bersama sebagai bangsa. Kami memilih berada di barisan paling depan membela Pancasila dari ancaman ekstremisme teokratik yang datang dari masyarakat, namun juga: absolutisme atau otoritarianisme politik yang bisa dilakukan pemerintah.

Ketiga, adalah keyakinan kami bahwa pengelolaan kekuasaan negara wajib dilakukan dalam cara yang sejalan dengan tujuan memelihara tatanan dalam masyarakat demokratik, bahkan saat terdapat ancaman padanya. Negara tidak boleh berubah menjadi otoriter atau bersikap seolah berhak memonopoli kebenaran dengan alasan menjalankan kewajiban melindungi rakyat dari ancaman ekstremisme.

Keempat,  pendirian tersebut mendasari pandangan kader Partai Demokrat terhadap Perppu Pembubaran Ormas. Sungguhpun misalnya benar ancaman ekstremisme itu nyata, negara harus memilih kutub demokratik dari kutub otoritarian, cara yang benar bukan cara yang mudah, dalam menghadapinya.

Sulit dibantah, kutub politik yang dimanifestasikan oleh Perppu tersebut lebih dekat pada politik otoritarian, karena menghapus ketentuan dalam Undang-Undang Ormas bahwa negara harus menempuh proses pengadilan bila terdapat keperluan untuk membubarkan Ormas. Dengan demikian, Perppu ini mengabsahkan penolakan negara pada keharusan untuk tunduk pada due process of law.  Ini, di mata kami, adalah ancaman serius pada keselamatan demokrasi.

Kelima, adalah cacat akal sehat untuk  menempatkan rakyat yang tak bersetuju pada Perppu tersebut pada perahu yang sama dengan kalangan yang dituduh pemerintah mengembangkan intoleransi dan mengancam Pancasila serta NKRI.

Kritisisme kader-kader Partai Demokrat ditujukan bukan pada kewajiban negara menghadapi ekstremisme, namun pada bahaya dari Perppu tersebut terhadap tatanan hukum dalam masyarakat demokratik, yakni suatu masyarakat yang mengakui bahwa hak dan kebebasan asasi manusia berlaku untuk setiap warga negara tanpa kecuali.

*)Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat