Roda Tiga Konsultan (RTK) memaparkan hasil survei soal figur cawapres yang layak mendampingi Jokowi dan Prabowo di Mandailing Café, Jl. Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu (5/8/2018). Hasilnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) diunggulkan mendampingi Prabowo atau Jokowi pada Pemilu 2019. (Foto: RTK)

Jakarta: Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto dipastikan bakal maju sebagai calon presiden (capres) yang diusung oleh partai pendukung koalisi masing-masing pada Pemilu serentak 2019. Namun, siapakah calon wakil presiden (cawapres) yang dinilai tepat mendampingi masing-masing bakal capres tersebut pada Pemilu mendatang?

Roda Tiga Konsultan (RTK) menggelar survei untuk memotret penilaian masyarakat soal figur cawapres yang layak mendampingi Jokowi dan Prabowo pada 23 Juli – 1 Agustus 2018. Hasilnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) diunggulkan mayoritas publik yang menjadi responden untuk dapat mendampingi Prabowo atau Jokowi pada Pemilu 2019.
“Pilihan calon wakil presiden akan menjadi salah satu faktor yang menentukan,” kata Direktur Riset RTK Rikola Fedri saat memaparkan hasil survei terkini RTK di Mandailing Café, Jl. Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu (5/8/2018).

Survei RTK ini melibatkan 1610 responden yang tersebar di seluruh wilayah di Tanah Air. Penarikan sampel dilakukan dengan metode stratified systemic random sampling dengan margin of error plus minus 2,5 persen.
Rilis survei RTK kali ini turut menghadirkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Hinca Pandjaitan, Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade, Ketua Bidang Media dan Komunikasi Publik DPP Partai Nasdem Willy Aditya, dan pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Robertus Robert.

Rikola mengatakan, berdasarkan pertanyaan yang diajukan secara spontan kepada responden, sebanyak 9,8 persen responden mengunggulkan AHY sebagai cawapres. Disusul Jusuf Kalla (JK) 9,3 persen, Anies Baswedan 5,3 persen, dan Gatot Nurmantyo 4,6 persen. Sementara, bila disodorkan pilihan 20 nama cawapres, AHY tetap berada di posisi teratas pilihan responden dengan 21,4 persen.
Saat responden ditanyakan soal cawapres Jokowi, kata Rikola, pada pilihan spontan mereka memilih JK dengan angka 15,3 persen dan disusul AHY 9,7 persen. Namun, ketika diajukan pilihan tertutup, AHY unggul 15,9 persen, disusul Sri Mulyani 7,8 persen dan Mahfud MD 7,5 persen.

Untuk posisi cawapresnya Prabowo, jelas Rikola, pada pilihan spontan, nama AHY tertinggi di 25,6 persen, disusul Anies di posisi kedua 12,3 persen. Ketika diberikan pilihan nama, nama AHY unggul signifikan sebesar 34,1 persen disusul Anies di posisi kedua 19,5 persen.

“Sementara nama Ahmad Heryawan hanya dipilih oleh 2,9 persen dan Salim Segaf Al-Jufri dipilih oleh 0,8 persen responden,” kata Rikola.
Berdasarkan tingkat kemungkinan mendukung pasangan capres-cawapres, jelas Rikola, pasangan Jokowi-Mahfud MD atau Jokowi-AHY paling tinggi di antara pasangan Jokowi dengan nama alternatif cawapres lainnya. Sementara, pasangan Prabowo-AHY paling tinggi di antara pasangan Prabowo dengan nama alternatif cawapres yang lainnya.
“Artinya jika Jokowi memilih Mahfud MD sebagai cawapres dan Prabowo memilih AHY maka kemungkinan Pilpres 2019 akan berimbang,” kata Rikola.

Sementara itu, bila melihat hasil simulasi pasangan capres-cawapres 2 nama, lanjut Rikola, elektabilitas Jokowi masih berada di kisaran 52 persen ke bawah.

Terkait posisi cawapres Prabowo, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, saat ini Forum Sekjen empat partai koalisi bersama jajaran ketua umum partai masih terus menggodok nama cawapres yang bakal mendampingi Prabowo pada Pemilu 2019. Bila para partai koalisi telah menentukan dan mendaftarkan pasangan capres-cawapresnya ke KPU, dia meyakini potret elektabilitas para pasangan calon ke depan akan terus berubah hingga digelarnya Pemilu serentak pada April 2019 mendatang.

Saat ini, kata Hinca, tampaknya bakal capres yang akan bertarung pada Pemilu ke depan sudah mengkerucut kepada 2 nama, rematch antara Jokowi dengan Prabowo.

“Pentingnya kali ini, bukan lagi siapa capresnya, tapi siapa cawapresnya,” ujar Hinca.

Sementara, Robertus Robert mengatakan, pemilihan cawapres bakal sangat menentukan pertarungan capres ke depan. Bila salah memilih pasangan, maka posisi capres bisa berbahaya. Para capres dan parpol koalisinya harus betul-betul melakukan kalkulasi secara cermat dan detail terhadap figur cawapres yang akan diusung ke depan.

“Siapa yang tidak bisa bertarung dengan hitung-hitungan rinci dan detail akan kalah,” ujarnya.

(Rilis/dik)