Jakarta: Wakil Ketua MPR RI (dari Fraksi Demokrat) Sjarifuddin Hasan atau Syarief Hasan meluncurkan buku autobiografi berjudul ‘Nakhoda Menatap Laut’ di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis malam (18/12). Dalam peluncuran buku, Syarief didampingi istrinya Ingrid Kansil dan anak-anaknya.
Buku authorized biografi setebal 612 halaman ini mengungkapkan perjalanan hidup dan karier politik Syarief Hasan, yang juga Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat. Buku yang penulisannya memakan waktu hingga 6 tahun lebih itu diterbitkan Penerbit Exposè (Mizan Grup).
Dalam sambutannya, Syarief Hasan menyampaikan buku itu menegaskan komitmennya tetap berada di Partai Demokrat hingga akhir karier politiknya. Ini tak lepas dikarenakan ia mendapat didikan politik dan banyak kepercayaan dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga menggagas pendirian Partai Demokrat.
Buku ini ditulis sebagai catatan bagi generasi mendatang agar tidak pernah berhenti berkarya membangun Indonesia lebih maju ke depan.
Buku ini juga bukti cinta kasih Syarief Hasan kepada Ingrid Kansil dan anak-anaknya.
Syarief berterimakasih kepada Tanri Abeng (Menteri BUMN Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan) yang menginspirasinya untuk terus menatap laut sebagai perlambang bahwa dunia bukan cuma Indonesia.
Ia juga berterimakasih kepada Andi Mallarangeng (Jubir Presiden ke-6 SBY dan Menpora KIB II) karena terus memotivasinya dengan kalimat “the show must go on” sehingga ia terus berkarya dan buku ini tetap diluncurkan di masa pandemi.
Hadir dalam acara tersebut para Pimpinan MPR, pejabat pemerintahan Jokowi, para anggota legislatif pusat, perwakilan TNI-Polri, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya dan petinggi PD antara lain Direktur Eksekutif DPP-PD Sigit Raditya dan Kepala Bapilu DPP-PD Andi Arief.
Dalam buku ini pembaca dapat melihat bagaimana Syarief Hasan beberapa kali menjadi “tokoh kunci” yang mampu menangani berbagai kondisi politik, entah itu level internal partai, kedaerahan, atau nasional. Syarief bukanlah politisi biasa. Selain jauh dari masalah, dia juga memiliki bekal yang mumpuni.
Saat awal terjun ke dunia politik, Syarief sudah menjadi pengusaha yang terbilang sukses. Pendidikannya pun tinggi, dia pernah kuliah di Jepang dan Amerika. Dia pandai mencari peluang di bidang apa pun, tetapi yang paling menonjol adalah dalam dunia bisnis dan politik. Ya, kita akan melihat Syarief Hasan yang pandai berkomunikasi dan cerdas menempatkan diri di mana pun dia berada.
Kemampuannya itu tidak datang tiba-tiba. Sejak kecil, Syarief sudah terbiasa dengan nuansa “keberanian” di lingkungan rumahnya. Ayahnya adalah seorang yang tegas, sedangkan ibunya adalah orang yang lembut penuh dengan kasih sayang. Didikan mereka berdua dan orang-orang di sekitarnya mampu membentuk Syarief hingga menjadi seperti sekarang ini.
Salah satu tanda bahwa Syarief akan menjadi “orang besar” adalah ketika dia akan pergi sendirian dari Palopo ke Makassar menggunakan kapal laut. Saat itu dia masih berusia 10 tahun.
Walau pada akhirnya dia tidak jadi pergi ke Makassar sebab ketahuan orang tuanya, tetapi saat itulah muncul satu kalimat pendek bertenaga keluar dari mulut kecilnya sebagai penanda itu. Ketika ditanya oleh orang tuanya hendak ke mana dirinya pergi menaiki kapal laut, dia menjawab, “Aku mau melihat dunia, Ibu.”
Ya, dunia, itulah yang ingin Syarief ketahui sejak kecil. Ambisinya untuk menjadi “sang Nakhoda” terwujud beberapa puluh tahun kemudian dalam wujud seorang pengusaha dan politisi. Dia mengunjungi banyak tempat dan bertemu banyak orang. Spektrum pergaulannya kian meluas seluas pandangannya akan dunia.
Dengan semua yang telah dia raih saat ini, Syarief tetaplah Syarief. Dia akan terus menjadi nakhoda minimal untuk dirinya sendiri.
Buku ini, selain menjadi manifestasi intelektual dan artefak perjalanan hidup Syarief Hasan, juga akan menjadi arsip penting bagi dunia politik dan kepemimpinan Indonesia.
(Didik/exposecoid)