Oleh: Ferdinand Hutahaean
Tagar #2019GantiPresiden tampaknya menjadi polemik nasional. Mestinya urusan tagar ini tak perlu menjadi polemik karena tidak mengandung pelanggaran hukum apa pun. Tagar itu tidak ada unsur pidananya, tidak juga ada unsur kebencian terhadap apa pun dan terhadap siapa pun. Itu hanya bagian dari harapan sebagian masyarakat, tentu masyarakat yang mengenakannya.
Tagar itu tidak ada bedanya dengan tagar #2019TetapJokowi. Sama saja. Keduanya adalah bentuk harapan masyarakat pendukungnya. Demikian juga dengan iklan-iklan relawan Jokowi yang saat ini ramai di televisi dan baliho-baliho di pinggir jalan, yang justru patut diduga adalah bentuk kampanye dini. Tapi intinya semua sama, adalah bentuk harapan.
Lantas mengapa kemudian perang tagar dan perang harapan ini menjadi polemik nasional yang justru menutupi banyak masalah bangsa sesungguhnya? Jika presiden dan jajarannya sibuk mengurus tagar, lantas siapa yang mengurus dan peduli bangsa ini? Jika oposisi hanya sibuk mengejar; merebut kekuasaan, lantas siapa yang akan memberi solusi bagi rakyat ini?”
Suhu politik semakin tinggi, semakin panas. Ini karena stigma publik hanya dipecah kepada kubu Jokowi dan Prabowo semata. Akhirnya energi yang bertolak belakang ini menjadi adu kuat dan anacamannya justru keutuhan bangsa. Kedua kubu ini menjadi sibuk hanya untuk dirinya. Yang satu sibuk mempertahankan kekuasaan, yang satu lagi sibuk merebut kekuasaan. Rakyat terbelah dan tidak ada yang mengurus.
Tampaknya poros ketiga dalam pemilu yang akan datang bukan lagi sekadar urusan kekuasaan. Tapi menjadi soal urusan menyelamatkan bangsa ini dari perpecahan yang lebih tajam. Poros ketiga menjadi kebutuhan bangsa. Poros ketiga menjadi jalan menyelamatkan bangsa. Poros ketiga yang tadinya menjadi jalan alternatif, sekarang justru menjadi jalan yang akan menjadi pilihan utama.
Saya pikir, Gatot Nurmantyo dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa menjadi pilihan dan menjadi jalan keluar dari konflik dan kemelut yang semakin dalam ini. Ada juga Cak Imin, Zulkifli Hasan, Yusril Ihza Mahendra, Chairul Tanjung yang juga layak disimulasikan menjadi jalan keluar dan solusi bagi polemik yang tak kunjung bisa diselesaikan dengan baik.
Bagaimana mau menyelesaikan masalah yang lebih besar, jika masalah tagar saja tidak bisa diselesaikan secara baik dan adil?
Jakarta, 07 Mei 2018
(dik)