Ilustrasi Foto: Rapat Paripurna DPR menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang (UU). (SINDOphoto)

Oleh: Ferdinand Hutahaean*)

Benturan opini terkait Perpu Ormas terus terjadi di tengah publik menyangkut sikap berbagai pihak terhadap Perpu tersebut. Apakah benturan opini itu muncul karena memang didasari keyakinan sikap atau memang ada yang sengaja terus membenturkan agar terjadi kekacauan? Saya pun tidak tahu dan tak perlu penelusuran lebih dalam.

Benturan opini pun menjadi pertanyaan besar karena yang terjadi paling keras adalah bukan kepada benturan opini atas sikap yang menerima secara tegas dengan yang menolak tanpa kompromi. Tapi benturan yang sangat keras justru terjadi antara pihak yang menolak tanpa kompromi dengan pihak yang menerima untuk direvisi. Sikap yang terakhir inilah yang menjadi sikap resmi Partai Demokrat, Fraksi Demokrat di DPR dan tentu sikap itu telah direstui Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat sebagai jalan solusi menyelamatkan demokrasi, menyelamatkan tegaknya hukum dan menyelamatkan kebebasan berserikat dari ancaman tindakan otoriter penguasa yang terkandung dalam Perpu Ormas No 2 Tahun 2017. Seluruh pasal-pasal yang mengandung sikap dan tindakan otoriter, mengabaikan HAM, mengabaikan proses hukum dan mengancam kebebasan berserikat, maka harus direvisi. Begitulah kesimpulan yang dijadikan dan menjadi dasar sikap Partai Demokrat untuk menolak Perpu Ormas jika tidak dilakukan revisi bersama pemerintah.

Selain itu, polarisasi masyarakat antara yang menolak dengan yang menerima perpu juga semakin besar dan berpotensi menciptakan konflik horizontal maupun konflik vertikal bagi bangsa yang kita cintai. Demokrat tidak ingin polarisasi masyarakat berujung pada konflik yang hanya akan merugikan masyarakat pada umumnya. Maka Demokrat akhirnya berada di tengah dan menempuh langkah yang mungkin tidak disukai oleh kelompok penolak perpu, yaitu menerima dengan catatan harus segera direvisi.

Langkah ini juga diperkuat atas dasar kalkulasi politik, diperkirakan bila ikut menolak Perpu tanpa kompromi, tetap kalah. Ujungnya adalah Perpu Ormas disahkan tanpa ada peluang direvisi. Mungkinkah Pemerintah bersedia melakukan revisi bila tidak ada komitmen dari sejak awal? Tentu sulit melakukan revisi bila tidak disetujui atau disepakati oleh Pemerintah. Inilah point krusialnya, Perpu ditolak, kemudian kalah dan kita kehilangan peluang mengajukan revisi. Tentu kita tidak mengharapkan Perpu Ormas berlaku utuh tanpa koreksi atau revisi, maka Demokrat dengan tegas meminta revisi Perpu Ormas untuk menyelamatkan demokrasi, menyelamatkan kebebasan berserikat dan menegakkan proses penegakan hukum. Maka sikap Demokrat menerima Perpu kemudian direvisi. Mengapa harus diterima? Karena Perpu tidak bisa dilakukan revisi sebelum sah menjadi Undang-Undang. Ini yang harus dipahami.

Semudah itu sebetulnya untuk memahami langkah politik Demokrat dalam mengambil sikap saat paripurna Perpu Ormas. Demokrat harus menerima supaya bisa direvisi dengan komitmen persetujuan dari pemerintah. Tanpa komitmen itu, menolak Perpu hanyalah sebuah kerja sia-sia yang menang opini tapi kalah dalam proses kehidupan berdemokrasi dan kebebasan berserikat. Demokrat lebih mengutamakan membela kebebasan Hak Azasi Manusia, Membela kebebasan berserikat, menegakkan penegakan hukum daripada sekedar mencari untung dalam permainan opini. Tak berguna dan sia-sia belaka.

Keseriusan Partai Demokrat ditunjukkan dengan langkah konkret oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dengan langsung mengunjungi dan bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana untuk meminta komitmen resmi Pemerintah melakukan revisi Perpu Ormas yang telah menjadi UU Ormas. Dan pada saat pertemuan kemarin 27 Oktober 2017, Presiden Jokowi menyatakan komitmennya dan persetujuannya untuk melakukan revisi kepada Susilo Bambang Yudhoyono. Langkah konkret untuk melindungi dan menyelamatkan kehidupan ormas dari kesewenang-wenangan tanpa proses penegakan hukum. Langkah politik itupun akan ditindaklanjuti nanti, Senin tanggal 30 Oktober 2017, Demokrat akan mengajukan secara resmi revisi UU Ormas.

Semudah itu untuk memahami langkah politik Demokrat yang sangat elegan dalam bersikap. Tak perlu harus ada benturan yang menolak dengan yang menerima, tak perlu ada kegagalan karena hanya mengambil opini semata, tapi Demokrat dengan langkahnya tampak jelas menuju keberhasilan melindungi pemberangusan ormas yang semena-mena.

Lantas mengapa masih saja ada yang tidak bisa memahami langkah tersebut? Ataukah pura-pura tidak bisa memahami? Mengapa justru jadi Partai Demokrat yang diserang dengan sikapnya untuk merevisi Perpu, sementara yang menerima perpu tanpa syarat aman-aman saja? Atau mengapa yang menolak hanya untuk kepentingan opini semata tidak dipertanyakan sikapnya karena menolak tanpa kompromi adalah kesia-siaan?

Tampaknya ada yang tidak senang Jika Demokrat berhasil melindungi ormas, tampaknya ada yang tidak suka Perpu direvisi, dan tampaknya ada yang sangat tidak ingin Demokrat mendapat kepercayaan rakyat. Dan demi semua itu, mereka rela ormas dibubarkan semena-mena, mereka rela kebebasan berserikat terkekang, mereka rela penegakan hukum tak berjalan, dan bagi Demokrat tidak rela itu terjadi, maka Perpu Ormas harus direvisi.

Tampaknya banyak yang abu-abu dalam bersikap. Pura-pura menolak, tapi justru niatnya untuk memenangkan pendungukung Perpu. Pura-pura tak menerima langkah revisi, ternyata niatnya agar tidak ada revisi maka ormas akan terus menjadi korban.

Sekarang saatnya semua kekuatan, baik kekuatan politik maupun kekuatan sipil yang tergabung dalam ormas apa pun untuk mendukung langkah Partai Demokrat dan bersama-sama Partai Demokrat untuk mengajukan revisi UU Ormas, demi kebaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jangan ada lagi yang abu-abu bersikap dan pura-pura tidak bisa memahami langkah elegan Partai Demokrat melindungi ormas dengan memberi jalan solusi.

Anda belum juga? Ah, anda abu-abu!

Jakarta, 28 Oktober 2017

*)Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat