Ardy Mbalembout (MCPD/OmarTara)

Oleh: DR (c) M.M Ardy Mbalembout, S.H.,M.H.,C.L.A*)

UUD 1945 sebagai hirarki norma hukum tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan di Indonesia merupakan landasan konstitusional dalam sistem penyelenggaraan Negara.

Sebagai landasan konstitusional, UUD 1945 memuat pengaturan sistem pemerintahan yang telah disepakati oleh pembentuk UUD 1945 khususnya pada perubahan amandemen. Bahwa Pasal 4 ayat (1) UUD 1845 menyatakan : Presiden memegang kekuasaan tertinggi pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan dimaksud dapat dipahami bahwa konstitusi kita menunjukkan pilihan sistem pemerintahan presidensial sebagai landasan sistem ketatanegaraan yang memberikan kedudukan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai Kepala Negara.

Sebagai kepala pemerintahan, Presiden didalam menjalankan tugas pemerintahannya diberikan hak prerogatif dalam membentuk kabinet sebagaimana BAB V tentang Kementerian Negara Vide Pasal 17 UUD 1945 :

1.Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara;

2.Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden;

3.Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

Dengan diatur secara tekstual pada ketentuan Pasal 17 UUD 1945, Presiden meskipun sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan (concentration of power and resposibility upon the Presiden) tetapi dalam urusan pemerintahannya konstitusi menegaskan batasan dan tanggungjawab Presiden sebagaimana vide pasal 17 UUD 1945  khususnya di dalam urusan pemerintahan yang diserahi tugas kepada menteri sebagai pembantu Presiden sesuai dengan bidang urusan pemerintahannya. Dengan demikian secara Konstitusional maka setiap pengembalian kebijakan pada urusan pemerintahan maka secara mutatis mutandis (perubahan yang penting telah dilakukan) merupakan tanggungjawab mutlak setiap menteri yang membidangi urusan pemerintahannnya.

Dalam kasus pengadaan e-KTP, Menteri yang membidangi urusan kependukan dan pencatatan sipil merupakan wilayah lingkup tugas Menteri Dalam Negeri sebagai pembantu Presiden yang diserah tugas berdasarkan pada ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Sehingga dengan demikian segala kebijakan yang terkait dengan urusan penyelenggaraan pemerintahan dalam Negeri termasuk penyelenggaraan administrasi kependudukan merupakan pertanggungjawaban ketatanegraan kepada Menteri Dalam Negeri yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Presiden SBY selaku Kepala Pemerintahan.

Jakarta, 5 Februari 2018

*)Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP-PD; Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia DKI Jakarta dan Sekjen ILUNI Fakultas Hukum Universitas Katholik Atmajaya Jakarta