Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY saat berkunjung ke Aceh (Repro PolitikToday/TYI)

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau yang akrab dipanggil JK baru-baru ini menyatakan tidak akan lagi maju di Pilpres 2019. Mungkin faktor umur juga menjadi pertimbangan JK akan hal itu. JK memberi kode bahwa “The Next Leader” yang layak memimpin negeri ini ke depan adalah orang atau pasangan Nasionalis Religius.

Sekalipun masih banyak lembaga survei yang menaruh nama JK dalam bursa kandidat calon Presiden di tahun 2019, tapi JK enggan menanggapi hal itu. Begitu juga dengan koleganya di bidang politik, masih ada saja yang mendorong JK untuk kembali maju. Tapi umur yang sudah tiga per empat abad mungkin menjadi pertimbangan JK untuk memberikan kualitas kebahagiaan bersama keluarga.

Menarik sebenarnya membaca penerawangan JK terhadap Pilpres 2019. Jika dalam banyak survei dimunculkan simulasi dua pasang calon, maka nama Jokowi akan kembali bertarung dengan Prabowo Subianto. Kedua tokoh ini dikenal dengan orang-orang Nasionalis, Jokowi didukung partai yang berplatform Nasionalis (PDI Perjuangan) dan Prabowo Subianto dari latar belakang militer yang juga tidak dapat dipungkiri semangat nasionalismenya.

Hasil survei terbaru mengatakan, jika simulasi dua nama pasang calon ini berjalan seperti adanya, maka nama calon wakil yang kuat untuk mendampingi kedua pasang calon ini adalah AHY. Ya, AHY menjadi calon wakil yang dianggap mampu mendongkrak elektabilitas pasangannya kelak. Tentu jika memakai analisa JK semua orang akan mempertanyakan dimana letak pasangan Nasionalis Religiusnya?

Jika Nasionalisme-nya seorang AHY mungkin tidak mungkin kita ukur lagi. AHY dibesarkan dalam keluarga militer yang tentunya sangat menjaga nilai-nilai nasionalisme. Selain itu, AHY juga merupakan lulusan AKMIL tahun 2000 dengan predikat terbaik. Dirinya juga banyak diberi penghargaan atas prestasi dan jasanya dibidang militer, keamanan dan ketahanan nasional.

Seperti yang kita ketahui, AHY merupakan anak sulung dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Kristiani Herawati (Ibu Ani Yudhoyono). Dari banyak literatur, keluarga Yudhoyono tidak hanya berasal dari kalangan priyayi namun juga kyai. Raden Soekotjo ayah dari SBY atau kakek dari AHY merupakan anak dari salah satu pendiri pesantren Gontor Ponorogo. Begitu juga nenek dari AHY, Siti Habibah juga merupakan salah seorang putri keluarga besar pondok pesantren Tremas.

Jadi sebenarnya, semangat religius sangat terasa kental dalam diri AHY. Itu mengapa pada kunjungannya di Aceh AHY disambut dan bertemu dengan ratusan ulama Aceh. Karena AHY tahu, perjuangan dan mempertahankan bangsa ini tidak bisa dilepaskan dari peran para ulama terdahulu dan saat ini.

Jika ditelisik lebih jauh secara genealogy, AHY juga termasuk dalam ranji keturunan Fatahillah. Ya, seorang tokoh sekaligus ulama yang mengusir Portugis dari Sunda Kelapa atau yang saat ini disebut dengan nama Kota Jakarta. Fatahillah adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan, orang Portugis melafalkannya sebagai Falthehan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis, ia hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten) setelah gugurnya Raden Abdul Qadir bin Yunus (Pati Unus, menantu Raden Patah Sultan Demak pertama).

Mungkin ranji kekerabatan ini jugalah yang membuat AHY diterima baik oleh ulama-ulama di Aceh khususnya dan ulama Nusantara pada umumnya. Seperti pepatah lama mengatakan, “buah tidak jatuh jauh dari pohonnya”. AHY membuktikan itu, selain sebagai tokoh muda yang smart, nasionalis, AHY juga berasal dari kalangan religius. Jadi ibarat menu makanan AHY merupakan paket komplit yang ditawarkan kepada pelanggan.

(Abdul Gafar, Aktivis Aliansi Pembela Ideologi Umat/PolitikToday/dik)