Jakarta: Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan menegaskan, transaksi digital dan e-Commerce di Indonesia masih didominasi produk asing. Karena itu ia menekankan pentingnya regulasi yang tepat agar para pelaku UMKM tak hanya lebih produktif secara kuantitas dan kualitas, tapi juga agresif memasuki pasar digital.

‘‘Empat tahun terakhir ini, produk-produk Indonesia yang dijual di platform e-commerce masih di bawah 10 persen. Ini membuat kita masih menjadi sebatas sasaran pasar saja. Harusnya, yang menjadi tuan rumah adalah pelaku ekonomi lokal, khususnya UMKM sebagai pelaku usaha terbesar di Indonesia,’’ kata Marwan di Jakarta (30-07-2021).

Menurut Marwan, pemberian regulasi usaha yang tepat, dan pelaksanaannya secara konsisten akan menjadi basis awal upaya produk lokal menjadi tuan rumah di pasar digital di negeri sendiri. Selain itu, tentu saja pemerintah harus memberikan bantuan usaha, pelatihan keterampilan, dan juga pemberian kemudahan akses perizinan usaha.

‘’Dengan dukungan pemerintah, UMKM dapat menjadi usaha yang mandiri dan tetap menunjukkan eksistensinya sebagai penopang perekonomian di masa pandemi ini,’’ paparnya.

Diakui Marwan, perkembangan bisnis dagangan elektronik (e-Commerce) di Indonesia mengalami kemajuan pesat. Data Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyebutkan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, transaksi e-Commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan hingga 500 persen dengan total transaksi penjualan mencapai US$27 miliar atau sekitar Rp 391 triliun, angka sebesar ini juga menjadikan transaksi ekonomi digital Indonesia berada di peringkat pertama untuk kawasan ASEAN dengan kontribusi sebesar 49 persen.

‘’Tapi kita tahu, UMKM yang idealnya mengisi ceruk pasar ini, terpukul karena pandemi. Karena itu, regulasi dan intervensi pemerintah dalam bentuk bantuan mutlak diperlukan agar mereka makin berdaya dan tadi itu, mampu memanfaatkan e-commerce,’’ kata wakil rakyat asal Lampung itu.

Selain itu, tambah Sekretaris Fraksi Partai Demokrat (FPD) itu, pemerintah juga perlu memperhatikan masalah perlindungan.

‘’Kebijakan untuk mendukung keamanan dan perlindungan e-commerce ini juga mutlak. Ini berlaku bagi pelaku usaha maupun konsumen bisnis e-commerce lokal dan khususnya pelaku bisnis pemula. Dan perlindungan ini harus konsisten,’’ tambah Marwan.

Saat ini, pengguna platform digital baru mencapai 12 juta UMKM atau 9 persen dari total pelaku UMKM. Jumlah ini bisa ditingkatkan dengan beberapa langkah. Misalnya, literasi digital bagi pelaku, peningkatan kapasitas produksi, peningkatan kualitas, dan akses pasar dalam ekosistem digital.

‘’Ini semua tantangan. Pemerintah dan Bank Indonesia mempunyai kewajiban menjaga arah kebijakannya dalam konteks ini, khususnya untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan pemain asing dan lokal, sehingga perkembangan e-Commerce di Indonesia memberikan manfaat untuk pelaku lokal dan UMKM,’’ papar Marwan lagi.

Terakhir, Marwan menegaskan bahwa negara sudah seharusnya mendapatkan kompensasi cukup besar dari pajak transaksi e-Commerce. Potensi pajak  yang bisa digali  sedikitnya ada  dua jenis pajak,  yaitu jenis pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn).

‘’Untuk meningkatkan potensi penerimaan pajak e-Commerce, saran saya, pertama, pemerintah harus memiliki data akuran pelaku e-Commerce di Indonesia. Kedua, harus ada dukungan sistem yang menyambungkan seluruh transaksi e-Commerce ke dalam sistem perpajakan. Dengan cara inilah kontribusinya terhadap peningkatan pajak akan jelas dan membantu kita di tengah menurunnya penerimaan pajak akibat pandemi Covid-19.’’

Demikian Marwan menutup pernyataan.

(YAH)