Transkrip Susilo Bambang Yudhoyono
Konferensi Pers “Pernyataan Terkait Tuduhan Program E-KTP”
di Wisma Proklamasi 41, Jakarta, Indonesia
Selasa, 6 Februari 2018
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahatullahi wabarakatuh
Salam sejahtera untuk kita semua
Para wartawan yang saya hormati
Para pemimpin dan kader Demokrat yang saya cintai.
Alhamdulillah, hari ini saya bisa bersama-sama dengan para kader Demokrat yang datang dari berbagai daerah.
Saya mengucapkan terima kasih, atas solidaritas dan kebersamaan yang ditunjukkan oleh para kader, kepada saya selaku pimpinan Partai Demokrat dan hakikatnya kepada kita semua. Kita diuji kembali oleh Tuhan dan sejarah. Mudah-mudahan kita semua dengan ikhtiar dan upaya yang kita lakukan, serta dengan pertolongan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, ujian ini dapat kita hadapi dan kita lulus.
Para kader masih ingat ketika dulu dilaksanakan pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Sama situasi yang kita hadapi. Saya sebagai pemimpin partai waktu itu mengalami satu rangkaian fitnah dan serangan-serangan politik, yang menurut saya sangat keterlaluan dan jauh dari akhlak politik yang baik. Saudara masih ingat saya dituduh menggerakkan dan mendanai sebuah aksi masa. Saya dituduh menggerakkan orang untuk melakukan pemboman istana, rumah saya digruduk oleh mereka-mereka yang akhirnya tidak bertangggung jawab, dan bahkan menjelang pemungutan suara pilkada Jakarta, ada pernyataan dari Saudara Antasari yang sangat tendensius dan akhirnya sangat merugikan perjuangan politik waktu itu. Calon yang kita usung, kalah. Meskipun AHY dengan ikhlas, sabar, dan tawakal menerima hasil yang diterimanya dulu dan di tempat ini mengucapkan selamat kepada yang menang, masih ada kandidat dan akhirnya move on. Kita bangga dengan tradisi politik yang dianut oleh Partai Demokrat. Tetap saja, menyisakan hikmah dan pelajaran besar dalam dunia politik, tidaklah politik itu berakhlak. Ketika saya bertemu Presiden Jokowi, saya sampaikan kepada beliau, berbagai fitnah yang dialamatkan kepada saya. Saya katakan kepada Bapak Presiden, Pak Jokowi, orang seperti saya, bapak juga suatu saat akan mengalami seperti saya, tidaklah mungkin akan merusak negara. Beliau mengatakan, Pak SBY, saya tidak pernah menuduh seperti itu. Saya jawab lagi, betul bapak, tetapi bapak tentu menerima laporan dari pembantu-pembantu bapak, tentang semuanya itu. Tapi itu sudah lewat, kami sudah dengan ikhlas menerima apa yang terjadi dulu.
Para kader, ini kesempatan yang baik, bagi saya untuk menjelaskan apa yang saya maksudkan, dengan ujian sejarah ini. Atau karena saudara juga sudah mendengar, bahkan bukan haya para kader, para sahabat di seluruh Tanah Air, rekan-rekan saya para mantan Menteri dan anggota kabinet yang juga memberikan simpati dan dukungan kepada saya, tetapi ada baiknya kalau saya jelaskan kembali kepada para kader yang hari ini nampak penuh emosi hadir di tempat ini.
Kali ini saya difitnah baik langsung maupun tidak langsung, sebagai ini kata-kata mereka, sebagai, ini kata-kata mereka, penguasa yang melakukan intervensi terhadap e-KTP. Seolah lagi-lagi menurut mereka saya mengatur dan terlibat dalam proyek pengadaan e-KTP itu. Belum selesai pergunjingan tentang itu, kemarin berlanjut yang kena sasaran adalah juga kader Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono, dikatakan menerima sejumlah dana yang berkaitan dengan e-KTP.
Kita saksikan, dalam sebuah persidangan yang sebenarnya sedang menyidangkan tersangka, Setya Novanto, tiba-tiba ada percakapan antara pengacara dengan saksi. Saudara Firman Wijaya, pengacara, dan saksi, saudara Mirwan Amir, yang aneh, out of context, tidak nyambung, tiba-tiba, yang menurut saya penuh dengan nuansa set-up ataupun rekayasa. Kemudian, bukan hanya dengan persidangan yang saya tahu itu dilindungi, Firman Wijaya mengeluarkan pernyaataan di hadapan pers, yang setelah kita teliti, kita pelajari, penuh dengan bias, seperti diarahkan, dan secara tidak langsung maupun sebenarnya terang, in direct but clear menuduh saya sebagai orang besar sebagai penguasa yang melakukan intervensi terhadap pengadaan e-KTP.
Kemudian kemarin ada kasus Setya Novanto seperti memamerkan buku catatannya yang setelah kita putar berkali-kali, juga aneh, pura-pura tidak disengaja, tapi segera diamplifikasil oleh sejumlah media online, dipergunjingkan oleh masyarakat secara luas.
Itulah esensi dari apa yang dituduhkan kepada saya berkaitan dengan kasus e-KTP ini. Sekarang para kader, mari kita uji dengan tenang, tidak harus secara emosional, tapi kita gunakan logika, dengan pikiran yang jernih, benar atau bohong kah semua tuduhan itu. Yang disampaikan baik oleh Mirwan Amir maupun Firman Wijaya. Pertama, benarkah saya dulu selaku presiden melakukan intervensi dan ikut-ikutan proyek e-KTP. Kebiasaan saya, saya tidak mau reaktif tidak mau asal bantah, asal jawab, maka segera saya undang para mantan Menteri pejabat pemerintahan yang sangat mengetahui duduk perkara program e-KTP. Karena saya tidak mengetahui dan tidak pernah masuk pada wilayah-wilayah teknis maupun operasional.
Pertemuan saya lakukan dihadiri oleh mantan ketua tim pengarah pengadaan e-KTP, mantan menkopolhukam, dihadiri juga oleh mantan mendagri, mantan jaksa agung, mantan menteri sekretaris negara, mantan sekretaris kabinet, bahkan mantan menko perekonomian, saya undang. Semuanya menceritakan, semuanya memberikan testimoni. Terlebih mantan mendagri dan mantan menkopolhukam memberikan penjelasan yang lebih utuh.
Jelas sekali bahwa e-KTP itu amanah Undang-Undang, program pemerintah, sebagaimana ada ratusan amanah Undang-Undang dan program pemerintah di era 10 tahun pemerintahan saya dulu. Tentu semua amanah Undang-Undang dan program pemerintah dilaksanakan dengan baik dengan sistem yang berlaku dan peraturan yang ada, organisasinya pun kita bikin secara pruden, penuh kehati-hatian, barangkali inilah program pemerintah yang benar-benar pengorganisasiannya, mekanisme bekerjanya, akuntabilitasnya, pengawasannya diatur dengan sangat seksama. Ada organisasi, ada tim pengarah dengan sekian menteri, Kemendagri sendiri, ada tim teknis dan baru ada pelaksana di lapangan. Mereka bekerja, ada pertemuan-pertemuan berkala yang dipimpin oleh ketua tim pengarah dan sekali-kali dilaporkan kepada wakil presiden. Memang yang mendapatkan amanah, beliau untuk mengkoordinasikan. Akuntabilitas dijaga, beberapa kali dilakukan audit oleh BPKP, oleh BPK, oleh lembaga-lembaga yang lain. Tendernya pun pada tingkat operasional juga mengikuti aturan yang berlaku. Pendek kata, management, government dan implementasinya dilaksanakan dengan seksama. Para pejabatnya masih ada semua sekarang ini, sebagian masih ada di lembaga pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, sebagian ada di lembaga negara yang dulu ikut berusaha atau tender juga ada, sebagaian juga ada di pemerintahan. Mereka mestinya sangat mengetahui dan bisa memberikan kesaksian kalau diperlukan. Nah dari semuanya itu hingga selesai menjadi presiden 20 Oktober tahun 2014, tidak pernah ada yang melapor kepada saya bahwa ada masalah serius terhadap pengadaan e-KTP dan kemudian program itu harus dihentikan. Tidak ada dari siapapun, dari tim pengarah, dari Mendagri, dari tim teknis, PPK, PPPK, lembaga penegak hukum, tim teknis siapapun tidak pernah ada, termasuk yang mengaku menyampaikan kepada saya, Mirwan Amir. Tolong, dimana, kapan, dalam konteks apa menyampaikan kepada saya, siapa yang mendampingi saya? Karena saya ini tertib. Kalau urusannya resmi seperti e-KTP, pastilah saya acarakan dengan resmi dan ada pendamping saya, menteri terkait dan pejabat terkait. Tidak ada, tidak pernah. Allah juga mendengarkan ucapan saya sekarang ini. Itu yang pertama.
Yang kedua. Tidak pernah yang namanya SBY, sekali lagi tidak pernah, ikut-ikutan mengurusi proyek, melakukan intervensi atas sebuah-sebuah proyek. Silakan di cek sekali lagi, masih ada semua, tim pengarah masih ada, mendagri masih ada, tim teknis juga masih ada. Sikap saya itu tidak mencampuri, tidakmengintervensi bukan hanya pengadaan e-KTP tetapi juga program-program pemerintah yang lain yang pada tahapan teknis dan operasional. Tidak ada conflict of interest saya, program apa saja selama 10 tahun saya menjadi Presiden, silahkan di cek, kepada siapa saja. Para pembantu Presiden dulu, kemarin juga ada yang memberikan testimoninya ketika saya undang dua kali, bahwa saya, dengan segala kekurangan yang saya miliki adalah seorang yang disiplin, yang tertib, yang hati-hati terhadap yang namanya program pemerintah, apalagi ada kaitannya dengan proyek. Setiap pertemuan yang berkaitan dengan, tidak pernah saya lakukan seorang diri, mesti ada pendampingnya dan didokumentasikan. Tidak ada urusan dengan Partai yang saya pimpin. Tidak pernah saya membawa urusan negara dan pemerintah ke wilayah Partai, silahkan di cek.
Sehingga terhadap penjelasan baik Firman Wijaya maupun Mirwan Amir yang kemudian biasnya kemana-mana, masuk media, dipergunjingkan di sana-sini, sudah saya jelaskan sama sekali tidak benar ada tuduhan saya dilapori ada masalah besar dan harus dihentikan, dan juga sangat tidak benar, saya melibatkan diri, atau mengatur, dan ikut-ikutan dalam proyek pengadaan e-KTP.
Dengan cerita saya ini, para kader yang sangat saya cintai, lantas ada apa dengan semuanya ini? Ini skenario siapa? Konspirasi model apa seperti ini? Di tahun politik, tahun menjelang Pemilihan Umum 2019, ini lah yang harus kita ungkap. Ini lah perjuangan saya. Ini lah jihad saya. Jihad untuk mendapatkan keadilan di negeri yang sangat saya cintai ini. Mungkin panjang, tapi akan saya tempuh sampai kapan pun juga.
Namun, namun saat ini saya memilih untuk tidak dulu main tuduh kepada siapa pun, meskipun saya tahu, saya mendapatkan informasi dari sumber yang layak dipercaya, menjelang persidangan dimana terjadi tanya jawab antara Firman Wijaya dengan Mirwan Amir ada sebuah pertemuan dihadiri sejumlah orang dan kemudian patut di duga itu jadi cikal bakal munculnya sesuatu yang mengagetkan di ruang persidangan waktu itu. Tetapi pengetahuan saya, informasi yang saya miliki belum waktunya saya buka ke masyarakat luas dan bisa bikin geger nantinya.
Para kader tahun ini tahun politik, menuju Pemilihan Umum 2019. Hancur negara kita kalau politik ini makin tidak beradab. Memfitnah lawan-lawan politiknya tanpa beban. Dengan mudahnya, mungkin dengan tangan-tangan kekuasaan dan uang, bisa menghancurkan dan merusak nama baik seseorang. Marilah kita mohon, berdoa kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, agar negara yang kita cintai ini dijauhkan dari praktek-praktek politik yang tidak berakhlak, yang tidak bermoral, yang tidak beradab.
Apa yang akan saya lakukan? Saya mengatakan tadi saya akan melakukan jihad. Jihad untuk sebuah keadilan. Mungkin banyak orang seperti saya sekarang ini yang juga ingin mendapatkan keadilan. Mungkin mereka lebih tidak berdaya lagi. Mungkin mereka tidak punya apa-apa, hanya menangis. Oleh karena itu, mudah-mudahan apa yang saya lakukan ini mewakili saudara-saudara saya yang juga tengah mencari keadilan.
Hari ini saya akan secara resmi mengadukan secara hukum yang saya nilai merusak dan mencemarkan nama baik saya. Yang dampaknya sangat luas, dan bisa saudara-saudara saya, rakyat Indonesia percaya, atas apa yang difitnahkan dan dituduhkan itu. Sore ini.
Ada yang bertanya, apakah pengaduan Pak SBY sebagai seorang warga negara ditindak lanjuti oleh penegak hukum. Ditindak lanjuti oleh POLRI. Seperti pertanyaan banyak kader, mengapa sudah satu tahun aduan saya tentang pernyataan Antasari dulu tidak ada kelanjutan yang jelas. Saya masih percaya kepada Kabareskrim. Saya masih percaya kepada Kapolri. Dan saya masih percaya kepada Presiden Republik Indonesia. Mudah-mudahan beliau-beliau mendengar suara hati saya ini untuk menindaklanjuti apa yang saya adukan nanti. Kalau ada yang bertanya lagi, apakah jihad saya ini berhasil, apakah saya bisa menang, apakah saya akan kalah? Saya bisa kalah. Kalau yang saya hadapi ini sebuah konspirasi besar. Jika konspirasi ini juga memiliki kekuatan, apakah bagian dari kekuasaan atau money power ataupun uang. Kalau saya kalah, paling tidak sejarah mencatat ada seorang warga negara yang bernama Susilo Bambang Yudhoyono mencari keadilan, dan warga negara itu kalah. Itulah jihad saya.
Bagaimana dengan tuduhan terhadap EBY, Edhie Baskoro Yudhoyono, yang secara ganjil menggelikan, ditunjukkan dalam catatan seorang Setya Novanto. Mungkin maunya secara tidak langsung, maunya “nggak saya”, tetapi siapapun, dengan mudah itu sebuah permainan, EBY akan menggunakan sendiri hak hukumnya. Ia juga warga negara, sudah terlalu banyak fitnah yang dia alami. Mari kita berikan jalan juga bagi seorang EBY untuk mendapatkan keadilannya.
Bicara tentang Setya Novanto, para kader masih ingat. Waktu Pak Setya Novanto di bully, macam-macam bully-nya dulu, dari ICU kemudian sehat wallafiat, kemudian kecelakaan kendaraan, kemudian luka banyak benjolannya. Saya larang, saya larang, teman-teman, saudara jangan ikut-ikutan melakukan bully. Tidak baik, tidak baik. Tetapi nampaknya air susu dibalas dengan air tuba.
Saya dengar para kader tadi melalui Pak Hinca Pandjaitan, ingin mengantar saya ke Kepolisian. Ingin mendampingi saya untuk menghadap ke Bareskrim, saya katakan tidak perlu. Saya ucapkan terima kasih. Saya tahu para kader sakit hati dan marah. Saudara pasti berpikir, ini sungguh menghancurkan nama baik SBY dan keluarga. Ingin merusak nama baik AHY, dan juga barangkali Demokrat menjadi sasaran. Tapi, biar saya sendiri yang datang ke Bareskrim. Saya hanya ingin di dampingi Ibu Ani istri tercinta, mendampingi saya dalam suka dan duka, dan beberapa pendamping yang akan sekaligus menjadi lawyer. Saya juga mendapat pesan dari sahabat saya, termasuk para mantan menteri anggota KIB yang juga ingin memberikan bantuan, saya katakan tidak perlu teman-teman. Saya ingin teman-teman hidup tentram setelah mengemban tugas di hari tuanya dengan keluarga. Biarlah ini saya selesaikan. Ini perang saya. This is my war! This is my war! Ini perang saya, perang untuk keadilan. Yang penting bantu saya dengan doa. Mohon kepada Allah, saya diberikan kekuatan dan pertolongan oleh Allah.
Terima kasih. Terima kasih. Assalamualaikum Warrahmatullahi wabarrakatu.