Marwan Cik Asan (ist)

Jakarta: Dalam beberapa bulan terakhir ini, resesi ekonomi global yang kian mengancam, jadi isu populer. Potensi resesi global yang dipicu terutama oleh konflik dagang Amerika Serikat-China ini, menurut sejumlah ekonom dan lembaga, bisa lebih buruk dari Resesi Besar (Great Recession) 2009 dan terburuk sejak Depresi Besar (Great Depression) 1930-an.

Ekonomi Indonesia tumbuh diangka 5 persen atau sedikit di bawah 5 persen. Ini harus diapresiasi. Namun, jika resesi terjadi, tekanan ekonomi akan semakin dalam. Pemerintah tak boleh lengah. Amunisi menghadapi resesi terbatas. Karena itu, prioritas kebijakan menjadi penting. Tak bisa semua hal dilakukan.

Bagaimanapun, Indonesia sudah merasakan perlambatan ekonomi. Apa yang bisa kita lakukan? Anggota Komisi XI DPR RI, bidang keuangan dan moneter, Marwan Cik Asan mengingatkan pemerintah agar tak main-main dengan gejala resesi 2020.

Pemerintah perlu meniru kebijakan pemerintahan SBY tahun 2009, ungkap Marwan disela Raker dengan mitra Komisi XI beberapa hari yang lalu. Marwan, mengurai lebih detil. Dalam kondisi perlambatan ekonomi, pemerintah perlu melakukan kebijakan kontra-siklus. Ini yang dilakukan Pak SBY.

“Namun, saya melihat hal berbeda dilakukan pemerintah”, ungkap Politikus Partai Demokrat ini.

Ada gejala kebijakan pengeluaran pemerintah justru pro-siklus, yang ditandai dengan belanja pemerintah justru ikut menurun ketika pertumbuhan melambat. Padahal, kebijakan countercyclical, juga ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat dan penciptaan kesempatan kerja tetap ada, terang Marwan, yang juga Ketua BAKN DPR RI.

“Pak SBY punya success story. Dalam waktu 10 tahun (2004 – 2014) income per kapita kita naik 3 kali lipat lebih, dari $ 1100 AS menjadi $ 3500 AS,” ujar Marwan.

Marwan Cik menekankan pemerintah agar tak ragu mengikuti saran Partai Demokrat.

“Pak SBY komit dan tidak berubah. Seperti dalam pidato akhir tahun 2019 di JCC 11 Desember, SBY menyampaikan dukungan penuh kepada pemerintah meski berada di luar pemerintahan.  Karena itu, pemerintah tak boleh lalai dan bersikap “business as usual”, jika probabilitas resesi akan terjadi di tahun 2020,” Marwan menambahkan.

Marwan meneruskan, kebijakan  perlindungan sosial ~ social safety net yang dijalankan pemerintahan SBY juga perlu diteruskan. Terlebih, dalam APBN 2020, disediakan anggaran cukup besar bagi perlindungan sosial berjumlah Rp 372,5 triliun.

Selanjutnya, Indonesia punya pengalaman yang baik, dengan program perlindungan sosial, yang waktu itu disebut “program-program pro-rakyat”. Dalam waktu sepuluh tahun (2004 – 2014) kita bisa menurunkan angka kemiskinan sebesar 6%.

Lebih jauh, Marwan mengingatkan pemerintah untuk mengoptimalisasi penyerapan APBN 2019 dan memperkuat sektor rill dan memberikan perlindungan terhadap UMKM melalui penyediaan dukungan fiskal, seperti penyediaan kemudahan akses bagi pembiayaan/kredit melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

(Parlemen Senayan/dik)