Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

Oleh Yeriko Fernando*)

Anak muda adalah tulang punggung bangsa. Begitulah kata-kata yang sering kita dengar. Lebih dari itu, itu menjadi motivasi bagi generasi muda untuk selalu melangkah dalam jalan perubahan ke arah yang lebih baik.

Jika kita menelisik sejarah bangsa Indonesia, kita segera temukan peran penting anak muda dalam gerak sejarah perubahan. Momentum Sumpah Pemuda 1928 menjadi penanda penting bagaimana tenun keindonesiaan dirajut melalui ikrar satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air: Indonesia.

Ikrar suci itu diucapkan oleh para pemuda yang sadar akan pentingnya persatuan sebagai jalan perubahan menuju kemerdekaan sejati. Para pemuda menjadi perintis, pembuka jalan bagi alam kemerdekaan yang akan dicapai pada 1945.

Proklamasi kemerdekaan 1945 dideklarasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta, dua simbol perjuangan bangsa untuk merdeka, dwitunggal yang berjuang sejak mudanya. Peristiwa itu juga tak lepas dari peran pemuda yang “menculik” keduanya agar segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa 66 juga dimotori oleh anak-anak muda, para mahasiswa, ketika menggulingkan rezim Soekarno. Peran pemuda dalam mewujudkan perubahan memuncak pada 1998, ketika mahasiswa turun ke jalan merobohkan rezim otoriter Orde Baru di bawah Soeharto.

Peristiwa 98 membawa angin segar perubahan setelah kekuasaan yang dipegang oleh para “orangtua” lengser. Ada harapan agar para pemuda yang melanjutkan estafet kepemimpinan nasional. Namun, reformasi kembali tersandera oleh para orangtua yang menanti di tikungan.

Para pemuda kalah? Ya, kita nyaris kalah! Semangat kita nyaris tumbang di hadapan para pemodal. 20 tahun reformasi para pemuda nyaris tak dapat panggung dalam kontestasi kepemimpinan nasional, selain sebagai pemberi suara potensial kemenangan wajah-wajah lama.

Pilpres 2019 tinggal hitungan bulan. Wajah lama dinilai bakal menghiasi panggung kontestasi kepemimpinan: Jokowi vs Prabowo yang bertarung pada pilpres sebelumnya. Namun, ada angin segar dari kalangan orang muda yang potensial dan menjanjikan, yang bersih rekam jejaknya, yang punya visi cerdas untuk perubahan Indonesia. Dia adalah sosok Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY.

Pasca kalah di pilkada DKI 2017 tak membuatnya berkurung diri. Kekalahan itu justru menjadi motivasi tersendiri baginya untuk menancapkan kakinya ke lapangan politik praktis. Ia memanfaatkan betul peluang itu untuk turun ke akar rumput, menyapa dan merasakan apa yang menjadi kebutuhan rakyat Indonesia.

Langkah politiknya itu bukan tanpa hasil. AHY, berdasarkan poling survei Indikator, bertengger di posisi puncak dengan raihan 16,3 persen untuk mendampingi Jokowi sebagai cawapres di pilres 2019 mendatang. Sementara itu, hasil survei Cyrus Network menempatkan AHY di posisi teratas kandidat cawapres dengan raihan 15,0 persen.

Dua hasil survei itu memang bukan segalanya, tapi kita bisa mengasumsikan bahwa rakyat Indonesia butuh sosok anak muda seperti AHY untuk menjadi pemimpin Indonesia. Rakyat Indonesia seakan-akan muak dengan para orangtua yang tak banyak membawa perubahan. Itu makanya mereka mendambakan sosok anak muda menjadi pemimpin mereka.

Sudah saatnya yang muda yang memimpin. Sudah saatnya yang muda mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan dari yang tua. Indonesia butuh AHY karena dia muda dan berwawasan luas, yang punya semangat berkobar-kobar untuk membawa Indonesia kepada perubahan yang lebih baik lagi.

Bung Karno menaruh hormat kepada para pemuda karena semangat para pemuda adalah api yang membakar revolusi Indonesia. “Berikanlah kepadaku 10 orang muda, maka akan kugoncangkan dunia.” Kita butuh AHY, semangat muda untuk Indonesia yang lebih baik lagi.(Notanostra.com/wan)