Marwan Cik Asan (MCPD/Kardi)

Jakarta: Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 24 Februari 2018 (lewat video berbentuk wawancara yang diunggah di akun Twitternya, lihat link https://twitter.com/SBYudhoyono/status/967308986943905795)  menyampaikan pandangan perihal perlunya kebijakan pelonggaran dan pengurangan pajak.

SBY, secara umum, sepakat dengan rencana itu. SBY setuju dan mendukung kalau pemerintah bermaksud memberikan insentif fiskal kepada investor-investor tertentu dan kalau pemerintah berkeinginan melakukan pelonggaran pajak, termasuk penurunan pajak untuk barang-barang tertentu.

Menindaklanjuti hal tersebut, Ketua Departemen Keuangan DPP-PD yang juga Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI dari FPD Marwan Cik Asan menegaskan, para kader Demokrat mendukung penuh pernyataan SBY. Demokrat setuju serta mendukung rencana kebijakan pemerintah di bidang perpajakan. Demokrat mendukung Pemerintah memberikan insentif dan menurunkan tarif pajak PPnBM, melalui Menteri Keuangan, dengan tujuan menggairahkan investasi di sektor otomotif, di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Berikut pernyataan Marwan Cik Asan selengkapnya:

Rilis Pers Demokrat terkait Revisi PPnBM  

Kami setuju dan mendukung rencana kebijakan Pemerintah di bidang perpajakan untuk memberikan insentif dan penurunkan tarif pajak PPnBM, melalui Menteri Keuangan, dengan tujuan untuk menggairahkan investasi di sektor otomotif di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Sebenarnya pada pertengahan tahun 2015, Pak SBY dalam pertemuannya dengan pimpinan dunia usaha telah  mengusulkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan relaksasi dan insentif di bidang perpajakan kepada dunia usaha untuk mendorong pergerakan pertumbuhan ekonomi terutama untuk memperkuat  konsumsi rakyat.

Dorongan peningkatan konsumsi masyarakat melalui peningkatan daya beli memang sangat diperlukan mengingat di tahun 2017  daya beli masyarakat yang ditunjukkan dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,94 persen. Jauh lebih rendah dari perumbuhan konsumsi tahun 2016 sebesar 5,01 persen.  Sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi 2017 hanya tercapai 5.07 persen di bawah target 5.2 persen,  dan sepanjang 3 tahun Presiden Jokowi, pertumbuhan hanya berkisar 5 persen  yaitu 2015 sebesar 4,88 persen, tahun  2016 sebesar 5,03 persen, dan tahun 2017 hanya sebesar 5,07 persen. Ini tentu berbeda jauh dengan pertumbuhan ekonomi di era Presiden SBY selama 10 tahun yang selalu mencapai pertumbuhan 6 persen karena kebijakan perekonomian yang berimbang antara konsumsi, investasi, belanja pemerintah dan ekspor/impor.  Pendek kata seluruh aspek diperhatikan secara proporsional tidak terfokus pada satu sektor saja.  Misal sektor infrastruktur seperti sekarang ini

Kebijakan bidang fiskal ini sekaligus  juga melengkapi kebijakan di bidang moneter yang sudah dibuat BI dengan menurunkan suku bunga BI 7-day Reverse Repo Rate  hingga 4,25 persen. Jika dua kebijakan ini terus dipadukan dan diperluas maka kita punya keyakinan para pengusaha akan bergairah untuk menggerakkan sektor riil, investasi akan meningkat dan  pada akhirnya akan berdampak pada bertambahnya lapangan kerja, meningkatnya daya beli dan  kesejahteraan masyarakat

Kami juga mendorong pemerintah untuk melakukan relaksasi dan insentif pajak pada golongan usaha UMKM dan masyarakat berpendapan rendah, sehingga dapat menggerakkan perekonomian dan meningkatkan daya beli masyarakat bawah. sehingga pada akhirnya perekonomian Indonesia dapat tumbuh, lapangan kerja terbuka, investasi bergerak, serta masyarakat kembali mempunyai daya beli yang tinggi.

Marwan Cik Asan

(Ketua Departemen DPP Partai Demokrat dan Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI)