Oleh: Ferdinand Hutahaean
Sesaat setelah pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Jokowi memulai mengarungi lautan pemerintahan sejak oktober 2014, Presiden (saya duga tidak paham tentang listrik) bicara lantang, gagah dan berapi api akan membangun listrik sebesar 35 Ribu Megawatt (MW).
Sebuah mega proyek dengan nilai ribuan trilliun dan sebuah gagasan yang tidak tepat dan patut dievaluasi karena berlebihan.
Berlebihan dari sisi kebijakan, berlebihan dari sisi jumlah dan berlebihan dari sisi narasi. Begitulah gaya khas pemerintah ini, selalu besar dalam kata-kata, tapi kecil dalam tindakan.
Proyek listrik 35 ribu MW ini sejak awal menjadi kontroversi dan polemik di tengah masyarakat. Bila mengacu pada pertumbuhan listrik kita secara nasional yang rata-rata 5 ribu MW setiap tahun, maka bila pertumbuhan ekonomi tumbuh setidaknya sama dengan era pemerintahan SBY, yaitu di atas 6%, maka pertumbuhan 5 ribu MW itu akan tumbuh dan tidak turun. Namun bila pertumbuhan ekonomi turun seperti sekarang yang hanya rata-rata 4,8%, maka pertumbuhan listrik itu tentu akan turun seiring penurunan daya beli masyarakat. Ditambah lagi dengan kebijakan rakyat yang mengurangi penggunaan listrik albat mahalnya TDL dan dicabutnya subsidi.
Maka prediksi pertumbuhan 5 ribu MW itu dipastikan turun. Maka kesimpulan, 35 Ribu MW itu over, berlebihan dari segala sisi.
Hingga saat ini, tidak ada data jelas berapa MW yang sudah dicapai pemerintah. Tidak jelas berapa MW yang akan selesai hingga 2019 dan berapa MW yang sudah beroperasi.Semu, tidak jelas, bahkan Presiden tidak pernah lagi menyinggung proyek ini karena asik dengan pembangunan beton jalan toll yang lebih mudah dan standar kemampuan biasa.
35 Ribu MW kemudian hilang dari narasi-narasi pencitraan Presiden Jokowi. Lenyap. Sekarang yang tersisa adalah berita korupsi yamg menggema. Proyeknya tidak jelas, korupsinya meraja lela. Dugaan korupsi pada sewa Pembangkit Listrik Kapal (MVPP) yang disewa dari Turki berbau sengit korupsi. Pengadaan listrik PLTU Riau 1 berbau amis korupsi bahkan KPK melakukan OTT atas perkara ini. Memeriksa dan menggeledah Dirut PLN dan Mensos Idrus Marhan. Bahkan beberapa bulan lalu beredar rekaman yang diduga percakapan Sofyan Baasir dengan Rini Soemarno, Menteri BUMN, yang membahas bagi-bagi fee proyek. Sungguh peristiwa itu membuat mata kita terbelalak atas boboroknya rezim ini dalam mengelola negara. Saya sendiri meyakini semua proyek pembangkit di 35 Ribu MW ini patut diduga menyimpan bau amis korupsi.
Korupsi merajalela, prestasi minim ditutupi dengan narasi-narasi berbagai macam cerita hebatnya pemerintahan ini meski cerita itu berbanding terbalik dengan situasi faktual dan kondisi sebenarnya.
Baiklah kita pertanyakan sekarang potret gagal Jokowi atas listrik 35 Ribu MW yang hilang lenyap dan tersisa berita korupsinya. Semua tahu kedekatan Jokowi dengan Rini Soemarno, adakah korupsi ini terkait logistik Pilpres 2019? Spertinya Jokowi harus buka suara atas kasus ini.
35 Ribu MW ini sekarang menjadi karma atas narasi proyek mangkrak masa lalu yang dijadikan narasi menutupi minimnya prestasi pemerintah ini.
Pak Jokowi, jelaskanlah…!
Jakarta, 27 Juli 2018