Ferdinand Hutahaean (monitorriau/google)

Oleh:  Ferdinand Hutahaean*)

Rasanya semakin hari dan semakin jauh rezim ini memerintah, semakin banyak ketidaknormalan terjadi hampir di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Hukum dan lain-lain. Namun saat ini kita menyoroti tentang Politik, Pemaksaan Kehendak oleh Pemerintahan Jokowi tentang Presidential Threshold. Apa itu Presidential Threshold? Ialah sebuah angka batas ambang pencalonan presiden pada Pemilu.

Kemarin, saya mengikuti perkembangan pembahasan RUU Pemilu oleh Pansus RUU Pemilu yang tidak seriuh dan seramai Pansus EKTP KPK. Melalui beberapa sahabat dari lintas partai, saya mendapat informasi tentang kengototan Pemerintahan Jokowi untuk tetap memaksakan kehendak Presidential Threshold 20-35%. Ini menabrak logika waras, menabrak kewajaran, menabrak keputusan Mahkamah Konstitusi 2013 tentang Pemilu Serentak, dan menabrak serta membunuh semangat jiwa Demokrasi. Pemerintah kurang sehat jiwanya, mungkin, bicara tentang demokrasi tapi membunuh demokrasi itu sendiri. Sikap ngotot itu bukankah tidak demokratis? Memaksakan kehendak itu bukankah bertentangan dengan demokrasi? Mungkin pemerintah dan para partai pendukungnya harus dihukum rakyat karena ternyata mereka anti demokrasi.

Saat ini partai yang ikut mendukung sikap ngotot pemerintah adalah PDIP, Golkar, Nasdem. Tiga  Partai ini yang paling membebek pemerintah mematikan jiwa demokrasi. Dan, kabarnya, PPP, Hanura, PKB yang tadinya masih waras logika demokrasinya akan turut serta mendukung pembunuhan semangat jiwa demokrasi dan kemungkinan akan ikut mendukung sikap pemerintah. Lobi keras dan mungkin dibumbui sedikit ancaman khas gaya penguasa membuat mereka luluh atau mungkin takut.

Lantas kira-kira apa yang membuat sikap pemerintah ngotot mematikan demokrasi dan menutup kompetisi terbuka dalam Pilpres 2019? Ini analisis pendapat saya. Jokowi takut berkompetisi secara terbuka dengan calon presiden lain maka ngotot ingin menjadi calon presiden tunggal. Jokowi tampaknya menyadari bahwa posisinya sudah kehilangan dukungan rakyat, maka untuk dan demi kelangsungsn kekuasaan, hukum harus disiasati dan dibuat untuk kepentingan politik penguasa sekarang. Ini contoh buruk dan menjadi noda hitam sejarah bangsa.

Seharusnya Jokowi tidak perlu takut jika muncul 4 atau bahkan 10 calon presiden 2019 nanti. Justru itu adalah pembuktian secara sahih terhadap klaim Pemerintahan Jokowi atas prestasi dan kesuksesannya seperti yang dipropagandakan selama ini. Jika keberhasilan itu nyata, dan dukungan rakyat itu nyata, maka percayalah bahwa meskipun ada 10 calon presiden, maka tetaplah Jokowi yang akan menang dan dipilih. Dengan demikian tidak perlu takut berkompetisi secara terbuka.

Presiden Jokowi diharapkan mengeluarkan kebijakan yang bijaksana untuk bangsa bukan semata untuk diri sendiri. Jangan tiru permainan politik dulu saat SBY hendak mencalonkan diri sebagai presiden, partai yang juga dimotori oleh partai yang sama dengan sekarang ngotot membuat Presidential Threshold 20% untuk mengganjal SBY dengan Partai Demokrat yang baru lahir. Ini tidak elok sama sekali dalam berpolitik.

Sekali lagi rakyat berharap agar pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi ini jangan menjadi rezim anti-demokrasi, rezim yang mematikan demokrasi dan menjadi rezim yang menabrak akal sehat serta menabrak hukum yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

Sadarlah… bahwa rancangan manusia, apa pun itu tidak akan  berhasil jika Tuhan sudah berkehendak. Ingat bahwa Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.

Pak Presiden mau melawan Tuhan juga? (Jadi ingat Ahok dan kekalahannya).

Jakarta, 12 Juli 2017

*)Pimpinan Rumah Amanah Rakyat