Jakarta: Bank Indonesia (BI) menyatakan Indonesia membutuhkan rata-rata pertumbuhan ekonomi lebih dari 7 persen guna menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat. Demi mencapainya, diperlukan stabilitas makro ekonomi maupun sistem keuangan nasional demi mencegah datangnya krisis.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mencapai 5,7 persen. Realisasi pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal I-2017 sebesar 5,01 persen. Sementara di 2016, ekonomi Indonesia bertumbuh 5,02 persen.
“Untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, pertumbuhan ekonomi 5 persen tidak cukup. Perlu tumbuh mungkin di atas 7 persen,” kata Agus saat Peluncuran Buku Stabilitas Sistem Keuangan ke-28 di Gedung BI, Jakarta, Rabu (24/5/2017).
Pertumbuhan ekonomi 7 persen, dinilai Agus, dapat tercapai apabila pemerintah, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta lembaga atau institusi jasa keuangan lain berkomitmen terus melakukan reformasi struktural di sektor fiskal, moneter, dan keuangan.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Marwan Cik Asan, menilai Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi 10 persen untuk lepas dari jebakan berpendapatan menengah (middle income trap).
“Kalau pertumbuhan ekonomi kita begini-begini saja sampai 2030, Indonesia akan terjebak dalam middle income trap. Butuh 10 persen supaya kita bebas dari jebakan itu,” ujarnya.
Marwan berharap pemerintah, BI, OJK, dan LPS terus berkoordinasi menjalankan tugas serta fungsinya masing-masing untuk mencegah krisis. “Empat institusi keuangan ini punya tugas masing-masing minimal menjaga tidak timbulnya gejolak sistem keuangan,” ujarnya.
Tugas dan fungsi tersebut, kata Anggota Fraksi Partai Demokrat ini, tertulis jelas di Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). “Di UU ini, disebutkan berulang kali bahwa ke-4 lembaga keuangan itu harus terus menerus berkoordinasi,” tukas Marwan.
(liputan6/dik)